MAKALAH HAK DAN KEWAJIBAN KEUTAMAAN

             MAKALAH
HAK  KEWAJIBAN DAN KEUTAMAAN
Disajikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu :
Cholid Wardi, M.HI







KELOMPOK 2 – E
CINDY YULIA S
20170703032044
ISMA AYU ZAKIYA 20170703032092
ROBIATUL MAHMUDAH 20170703032158
SITI NUR KHALIFA 20170703032170
ZASLIA TAHOR
20170703032197

PRODI EKONOMI SYARIAH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017



                     KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan banyak kesempatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun guna melengkapi salah satu tugas yang diberikan dosen kepada mahasiswa Ekonomi Syariah mata kuliah Akhlak Tasawuf dalam meningkatkan peran serta mahasiswa.
Dalam penyusunan makalah ini, saya menyadari sepenuhnya bahawa selesainya makalah ini tidak terlepas dari dukungan, semangat serta bimbingan dari berbagai pihak, baik yang bersifat moril maupun materil, oleh karena itu saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih antara lain kepada Bapak Cholid Wardi,M.HI selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan dan arahan beliau mulai proses hingga tersusunnya makalah ini.
Penyusunan makalah ini disusun dengan sebaik-baiknya, namun saya sadar masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat diharapkan, tidak lupa harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat menambah ilmu pengetahuan bagi saya.


Pamekasan, 22 Oktober 2017


KELOMPOK 2








                        DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH......................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. HAK..............................................................5-6
B. KEWAJIBAN................................................6-7
C. KEUTAMAAN................................................................................7-10
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN..............................................11
B. SARAN..........................................................11
DAFTAR PUSTAKA



















                                   BAB I
                          PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa manusia memiliki hak yang didapatkan sejak lahir. Akan tetapi, hak harus didahului dengan adanya kewajiban yang harus dijalankan. Dalam melakukan kewajiban, harus mempunyai suatu keutamaan yang dijadikan pedoman agar dapat melaksanakan kewajiban dan memenuhi hak secara maksimal.
Sebbagai masyarakat, adakalanya manusia tidak terlepas dengan norma atau hukum yang sudah ada. Sehingga, manusia harus mentaati dan melaksanakannya. Ketika melakukan atau mematuhi aturan-aturan yang ada, itu berarti manusia telah menjalankan sesuatu yang menjadi kewajibannya. Setelah melakukan kewajibannya, mereka akan memperoleh hak.
Ketika menjalankan suatu kewajiban dan mendapatkan hak, manusia haruslah mempunyai pedoman yang menjadi tolak ukur tingkah laku. Oleh karena itu, suatu hak tidak akan terlepas dari kewajiban. Sama dengan suatu kewajiban tidak akan dijalankan ketika suatu kewajiban tidak diimbangi dengan adanya hak. Sedangkan sebuah keutamaan digunakaan untuk melaksanakan kewajiban dan memenuhi hak.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud hak ?
b. Apa yang dimaksud kewajiban ?
c. Apa yang dimaksud keutamaan ?







                                BAB II
                          PEMBAHASAN
A. HAK
Hak dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu. Hak juga dapat berarti panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantaraan akalnya, perlawanan dengan kekuasaan atau kekuatan fisik untuk mengakui wewenang yang ada pada pihak lain.
Di dalam Al-Qur’an kita jumpai juga kata al-haqq, namun pengertiannya berbeda dengan pengertian hak di atas. Jika pengertian hak di atas lebih mengacu kepada semacam hak memiliki, tetapi al-haqq dalam Al-Qur;an bukan itu artinya. Kata memiliki yang merupakan terjemahan dari kata hak tersebut di atas dalam bahasa Al-Qur’an disebut milik dan orang yang menguasai disebut malik.
Pengertian al-haqq dalam Al-Qur’an sebagaimana dikemukakan al-Raghb al-Asfahani adalah al-muthaqabah wa al-muwafaqah artinya kecocokan, kesesuaian dan kesepakatan, seperti cocoknya kaki pintu sebagai penyangganya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hak itu adalah suatu milik atau kepunyaan yang dikuasai oleh penguasanya dan yang memiliki tersebut berhak menguasai apa yang dimiliki tersebut. Seperti halnya alam semesta ini, yang memiliki adalah Allah, jadi Allah lah yang berhak menjadi penguasa dimuka bumi ini atau yang haq atas makhluknya. Seperti dalam al- Qur’an:
ماَ خَلقَ ا لله ذَ لِكَ إ لَّا بِا لْخَقِّ
Artinya: “Allah tidak menciptakan yang demikian itu (matahari dan bulan) kecuali dengan haq.”

Dari definisi hak sendiri, ada beberapa macam hak :
1. Hak Hidup
Hidup adalah anugerah Allah SWT bagi umat manusia, dan merupakan hak bagi semua orang dan golongan. Karenanya, tidak boleh mengusik dan merampas hak hidup bagi individu maupun golongan secara semena-mena tanpa alasan yang diakui Sang Pemberi kehidupan, antara lain qishash dan jihad dijalan Allah SWT. Dalam hal ini, Allah SWT pun tidak mensyariatkan penghilangan nyawa manusia melalui mekanisme qishash atau jihad di jalan-Nya kecuali untuk memelihara hak hidup yang telah diberikan-Nya kepada manusia.

2. Hak Kemerdekaan
 Hak dimana manusia memiliki hak untuk bebas dan tidak ada pemaksaan, bebas memilih, bebas menyampaikan gagasan dan bebas dalam hal yang membanggakan negara.
3. Hak Memiliki
Hak memiliki menjadi bagian yang menyempurnakan hak kemerdekaan. Karena, manusia itu tidak dapat mempertinggi dirinya menurut kehendaknya.
Hak memiliki ada dua macam. Seperti, hak milik perseorangan buku, rumah atau pakaian yang dimiliki oleh orang dan hak milik umum seperti kereta api, museum dan perpustakaan.
Sebagian barang dapat dijadikan milik perseorangan dan milik umum. Karena kita mengetahui bahwa milik perseorangan itu membawa lebih hemat dan pemeliharaan yang lebih baik. Dan milik perseorangan lebih utama dari milik umum. Milik umum terjaga dari monopoli dan tangan besi si pemilik. Milik perseorangan lebih baik apabila kemilikannya membawa pemeliharaan dan ketertiban.
4. Hak Mendidik
Setiap orang pada hakekatnya mempunyai hak untuk mendidik pribadi dan belajar, ia memiliki hak belajar, membaca, menulis, mempertinggi kekeliruannya menurut apa yang menjadi bakat dirinya. Disamping seseorang mempunyai dirinya dengan melalui macam-macam pendidikan.
Terdapat juga suatu hak yang menyangkut hak pencipta dan hak ciptaan-Nya(manusia). Hak pencipta atas ciptaan-Nya antar lain ialah:
a. Manusia(hamba) harus menyembah Pencipta(Allah).
Sebagaimana firman Allah dalam surat Adz Dzariyat ayat 56:
و ما خلقت الجنّ والانس الاّ ليعبدون (الذاريات:56)
Artinya:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”.
b. Manusia(hamba) tidak menyekutukan-Nya.
c. Manusia(hamba) harus mengabdi kepada-Nya.
d. Manusia(hamba) harus mentaati-Nya.
e. Manusia(hamba) harus meminta bantuan hanya kepada-Nya.
f. Manusia(hamba) harus menyerahkan segala ketentuan pada-Nya setelah berikhtiyar.
Sedangkan hak manusia(hamba) atas pencipta-Nya antara lain adalah:
a. Diberikan rahmat dan hidayah.
b. Diberikan jiwa yang tenteram.
c. Di dunia dikaruniai agama yang fitrah.
d. Di akhirat disediakan surga yang indah.

B. KEWAJIBAN
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. kewajiban adalah suatu tindakan yang harus dilakukan bagi setiap manusia dalam memenuhi hubungan sebagai manusia, social, dan kepada tuhan. Manusia sebagai ciptaan Allah mempunyai kewajiban terhadapnya. Kewajiban dapat dibagi: kewajiban induvidu, kewajiban masyarakat, kewajiban mahluk kepada tuhan.
Oleh karena hak itu merupakan wewenang, bukan berujud kekuatan, maka perlu ada penegak hukum melindungi yaang lemah, yaitu orang yang tidak dapat melakukan haknya manakala berhadapan dengan orang lain yang merintangi pelaksanaan haknya. Karena hak itu merupakan wewenang dan bukan kekuatan, maka ia merupakan tuntutan dan terhadap orang lain hak itu menimbulkan kewajiban, yaitu kewajiban menghormati terlaksananya hak-hak orang lain. Dengan demikian orang lain pun berbuat yang sama pada dirinya dan dengan demikian akan terpeliharalah pelaksanaan hak asasi manusia itu,
Selain kewajiban kepada orang lain, seorang muslim juga memiliki kewajiban kepada diri sendiri salah satunya adalah memiliki sifat rendah diri. Sebagaimana yang diterangkan dalam firman Allah surat al Hijr ayat 88:
لا تمدّنّ عينيك الى ما متّعنا به ازواجا مّنهم ولا تحزن عليهم واخفض جنا حك للمؤمنين (الحجر:88
Artinya:
“Jangan sekali-kali engkau tujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah kami berikan kepada beberapa golongan diantara mereka dan jangan engkau bersedih hati terhadap mereka dan berendah hatilah engkau terhadap orang beriman”.
Dari keterangan-keterangan diatas dapat diketahui bahwasannya setiap orang hendaknya menunaikan kewajibannya karena manusia hidup di dunia ini tidak dapat hidup sendiri. Semua orang wajib menunaikan kewajibannya karena itu merupakan suatu kewajiban. Kita wajib menunaikannya karena taat pada suara hati kita, bukan karena menhendaki suatu keuntungan yang akan kita capai serta bukan karena suatu kemasyhuran yang kita kejar.

Dengan demikian, masalah kewajiban memegang peranan penting dalam pelaksanaan hak. Namun perlu ditegaskan di sini bahwa kewajiban di sinipun bukan merupakan keharusan fisik, tetapi tetap berwajb, yaitu wajib yang berdasarkan kemanusiaan. Dengan demikian, orang yang tidak memenuhi kewajibannya berarti telah memperkosa kemanusiannya. Sebaliknya, orang yang melaksanakan kewajiban berarti telah melaksankan sikap kemanusiannya.
Di dalam ajaran Islam, kewajiban ditempatkan sebagai salahsatu hukum syara’, yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapatkan siksa. Dengan kata lain bahwa kewajiban dalam agama berkaitan dengan pelaksanaan hak yang diwajibkan oleh Allah SWT. Melaksanakan sholat lima waktu membayar zakat bagi orang yang memiliki harta tertentu dan sampai batas nisab dan berpuasa di bulan Ramadhan yang merupakan sebuah kewajiban umat Islam.

C. KEUTAMAAN
Keutamaan ialah akhlak yang baik. Dan akhlak itu sendiri adalah kehendak yang dibiasakan. Sedangkan sifat utama ialah kehendak orang dengan membiasakan sesuatu yang baik. Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa orang utama adalah orang yang mempunyai akhlak baik yang membiasakan memilih perbuatan yang sesuai dengan apa yang diperintahkan. Sehingga keutamaan merupakan sifat jiwa sedangkan kewajiban hanya perbuatan luar.
Keutamaan juga dapat disimpulkan sebagai segala yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan maksud dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahkan juga terdapat dalam Kalamullah:
ياء يها الذين امنوا اطيعوا الله واطيعوا الرسول واولى الامر منكم فان تنازعتم فى شيء فردوه الى الله والرسول ان كنتم تؤمنون بالله واليوم الاخر ذلك خير وّ احسن تاء ويلا (النساء :59)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".(An-Nisa’ 59).
Socrates berpendapat bahwa  “ Tidak ada keutamaan kecuali pengetahuan (ilmu)”. Dapat disimpulkan bahwa :
a. Sesungguhnya manusia itu tidak dapat berbuat kebaikan kalian tiada tahu kebaikan, dan tiap-tiap perbuatan yang timbul dengan tiada pengertian tentang baiknya maka ia tidak baik dan tidak utama. Perbuatan baik harus berdasar atas pengetahuan dan bersumber dari padanya.
b. Pengetahuan manusia tentang baiknya sesuatu itu tentu mendorong untuk mengerjakannya.
Socrates memperluas teorinya. Maka menurut pendapatnya bahwa manusia yang baik itu ialah yang mengetahui kewajibannya dan raja yang baik ialah yang mengetahui bagaimana cara menerima dengan adil, dan dengan begitulah seterusnya. Tepatlah Socrates didalam mengambil kesimpulan bawa dasar keutamaan itu ialah pengetahuan, karena manusia tidak menjadi utama sehingga mengetahui kebaikan dan perbuatanya ditujukan kearah kebaikan.
 Aristoteles menolak pandangan Socrates keutaman itu hanya ada satu. ialah pengetahuan atau boleh engkau namai kebijaksanaan, sedang keutamaan lain-lainnya seperti berani, perwira, dan adil, hanya gejalanya dan bersumber dari padanya.
            Plato berpendapat bahwa keutamaan yang benar bukan hanya perbuatan yang benar. Karena perbuatan yang benar terkadang timbul dari dasar yang batal. Kan tetapi, keutamaan yang benar ialah perbuatan baik yang timbul dari pengetahuan benar dan sebab apa ia benar. Dari itu ia membagi keutamaan itu, menjadi : keutamaan filsafat dan keutamaan biasa. Keutamaan filsafat ialah perbuatan yang mendasar dengan akal dan timbul dari pendirian yang dipeluknya setelah mempergunakan pikiran. Adapun keutamaan biasa ialah perbuatan baik yang timbul karena adat atau perasaan baik. Keutamaan yang kedua ini ialah keutamaan bagi umumnya orang ; mereka berbuat kebaikan karena orang-orang mengerjakannya dengan tidak berfikir sebab-sebab kebaikannya.
Adapun Aristoteles berpendapat bahwa pokok-pokok keutamaan ialah “tunduknya syahwat kepada hukum akal” atau dengan arti lain “Menyerahnya syahwat kepada akal yang memimpinnya”. Keutamaan itu mempunyai dua anasir : akal dan syahwat. Perkataan tersebut menarik kepada Aristoteles untuk meletakkan “Teori tengah-tengah” berarti bahwa tiap-tiap keutamaan itu di tengah-tengah antara dua keburukan, keburukan berlebih-lebihan dan keburukan berkurang maka keberanian umpamanya adalah di antara membabi buta dan takut, dermawan adalah diantara boros dan kikir dan demikian seterusnya.
Keutamaan dibagi menjadi tiga :
1. Perseorangan.
Perseorangan tebagi menjadi dua yaitu mengekang hawa nafsu dan mendidik nafsu. Mengekang hawa nafsu dari rasa sedih dan takut ialah berani. Sedangkan Mendidik nafsu berarti mendorong nafsu agar berbuat menurut akalnya ialah bijaksana.
2. Masyarakat
Keutamaan masyarakat mengandung sifat adil ialah menyampaikan  hak-hak manusia kepada mereka dan kebajikan memberi kebutuhan mereka diatas hak-hak mereka.
3. Agama
Keutamaan agama mengandung sifat-sifat manusia yang harus dipakai untuk tuhannya. Pandangan kita dalam memberi hukum kepada sesuatu akan baik dan buruknya, adalah suara hati itu menjadi petunjuk yang baik.







                                BAB III
                              PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hak adalah sesuatu yang diterima setelah manusia diberatkan atas suatu kewajiban. Antara hak dan kewajiban tidak bisa dipisahkan, keduanya harus seimbang. Sehingga dapat tercipta suatu keselarasan kehidupan dalam masyarakat yang kemudian tercipta suatu kesejahteraan secara menyeluruh.
Selain ada hak dan kewajiban dalam diri manusia ada juga keutamaan yang merupakan akhlak baik sebagai implementasi dari pelaksanaan  hak dan kewajiban yang seimbang.

B. SARAN
Setelah mengetahui apa itu Hak, Kewajiban dan Keutamaan maka diharapkan manusia dapat menjalankannya di kehidupan sehari hari dan bisa membedakan yang mana yang harus diutamakan dan dijalakan.














                        DAFTAR PUSTAKA
Nata Abuddin, Akhlak Tasawuf dan Karakter Muslim, Jakarta : Rajawali Pers, 2015.
Hajjah Fauqi Muhammad, Tasawuf Islam dan Akhlak, Jakarta : Anizah, 2013.
Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung : Pustaka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MAQAMAT DAN AHWAL DALAM TASAWUF

MAKALAH TASAWUF AKHLAKI

MAKALAH TASAWUF FALSAFI