MAKALAH TASAWUF FALSAFI
TASAWUF FALSAFI
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Akhlak Tasawuf
DOSEN PENGAMPU:
Moch. Cholid Wardi, M.HI.
DISUSUN OLEH KELOMPOK 7 :
NAMA: Abd. Salam NIM : 20170703031002
Abdul Wafi 20170703031007
Fahrur Rozi 20170703031062
Syahroni Bashori 20170703031180
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tasawuf Falsafi” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Moch Cholid Wardi, M.HI, selaku dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf atas bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis dalam pengerjaan makalah ini, kepada teman-teman yang telah memberikan pengarahan baik berupa semangat dan lain sebagainya
Penulis menyadari bahwa kami hanya makhluk yang tidak akan lepas dari kesalahan dan tentunya dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan kepada pembaca pada umumnya.
Akhirnya semoga kita tetap selalu berada dalam lindungannya, dan semoga penulisan makalah ini bisa mendatangkan manfaat bagi kita semua. Amien...
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Belakangan ini ilmu yang berkaitan tentang teknologi berkembang secara pesat, semua orang seolah-olah berlomba-lomba untuk mempunyai ilmu yang mendalam tentang teknologi, tapi mereka mulai melupakan apa yang seharusnya lebih dipentingkan seperti ilmu agama. Kesadaran akan pentingnya ilmu agama mulai berkurang seiring berkembangnya zaman.
Pada zaman dahulu ilmu tentang kerasionalan merupakan ilmu yang sangat disenangi oleh berbagai macam kalangan sehingga pada zaman dahulu banyak tokoh yang sangat menguasai dalam bidang ilmu-ilmu agama ataupun ilmu kerasionalan, tapi seiring berjalannya waktu tidak lagi ditemukan tokoh-tokoh atau cendikiawan yang sangat mahir dalam bidang kerasionalan, oleh karena itu kami penulis merasa tertarik untuk membahas makalah yang berjudul “ Tasawuf Falsafi”, yang didalamya akan dijelaskan bagaimana konsep ilmu tasawuf falsafi itu sendiri serta tokoh-tokoh ahli dalam bidang ilmu tasawuf falsafi yang cukup berpengaruh dalam mata masyarakat yang akan dibahas pada bagian pembahasan. Dan di bagian terakhir makalah ini, penulis akan mencoba untuk memberikan ringkasan kesimpulan, dan yang pasti dalam penulisan makalah ini untuk menambah pengetahuan kepada penulis dan memberikan ilmu kepada pembaca serta untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Akhlak Tasawuf.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa Pengertian Tasawuf Falsafi…?
2. Siapa Saja Tokoh-Tokoh Tasawuf Falsafi …?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Memahami pengertian tasawuf falsafi.
2. Mengetahui tokoh-tokoh tasawuf falsafi.
3. Memenuhi tugas kelompok matakuliah Akhlak Tasawuf
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TASAWUF FALSAFI
Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaraan tasawuf yang mengenal tuhan (makrifat) dengan pendekatan rasio (filfasat) hingga menuju ketempat yang lebih tinggi bukan hanya mengenal tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang keyakinan dengan pemikiran-pemikiran filfasat.
Didalam tasawuf filsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni atau tasawuf salafi. Tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis, sedangkan tasawuf filsafi menonjol kepada segi teoritis sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendekatan-pendekatan filosof yang sulit diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam.
Tasawuf falsafi ini mulai muncul dengan jelas dalam khazanah islam sejak abad VI hijriyah, meskipun para tokohnya baru dikenal seabad kemudian. Pada abad ini tasawuf falsafi terus hidup dan berkembang, terutama dikalangan para sufi yang juga filsuf sampai masa menjelang akhir-akhir ini.
Pemaduan antara tasawuf dan filsafat dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran tasawuf falsafi bercampur dengan sejumlah ajaran filsafat diluar Islam, seperti Yunani, Persia, India, dan agama Nasrani. Namun, orisinalitasnya sebagai tasawuf tidak hilang. Para tokohnya tetap berusaha menjaga kemandirian ajarannya, meskipun ekspansi Islam meluas pada waktu itu sehingga membuat mereka latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang beragam. Sikap ini dengan sendirinnya dapat menjawab pertanyaan mengapa para tokoh tasawuf falsafi begitu gigih mengompromikan ajaran-ajaran filsafat yang berasal dari luar Islam kedalam tasawuf mereka, serta menggunakan terminologi-terminolgi filsafat yang maknannya telah disesuaikan dengan tasawuf yang mereka anut.
Ciri umum tasawuf falsafi adalah ajarannya sama-sama akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat di pahami oleh siapa saja yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebagai filsafat karena ajarannya dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq) tetapi tidak dapat pula di kategorikan sebagai tasawuf dalam pengertiannya yang murni, karena ajarannya sering di ungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme.
Menurut Ibnu Khaldun, ada empat objek utama yang menjadi perhatian para sufi filosof, antara lain sebagai berikut.
Pertama, latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta instropeksi diri yang timbul darinya.
Kedua, iluminasi atau hakikat yang tersingkat dari alam gaib, seperti sifat-sifat rabbani, arsy, malaikat, wahyu, kenabian, ruh.
Ketiga, peristiwa dalam alam yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kramat atau keluarbiasaan.
Keempat, menciptakan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya dan menyetujuinya.
B. TOKOH-TOKOH TASAWUF FALSAFI
Dalam setiap bidang keilmuan pasti mempunyai tokoh yang sangat mahir dalam satu bidang keilmuan, dalam ajaran tasawuf falsafi juga mempunyai tokoh yang sangat berpengaruh dalam perkembangannya dan dimata masyarakat. Diantaranya tokoh itu adalah :
1. Ibnu Arabi
a. Biografi singkat Ibnu Arabi
Nama lengkapnya adalah Ab Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Aht-Tha’I Al-Haitami Al-Andalusia, ia terkenal dengan panggilan Muhyiddin Ibnu Arabi. Ia lahir di Murcia, Andalusia, Spanyol, tahun 560 Hijriah (1164 M) dari keluarga terpandang dan wafat pada tahun 638 Hijriah. Orang tuannya sendiri adalah seorang sufi yang memiliki kebiasaan berkelana. Pada usia 8 tahun, Ibnu Arabi sudah merantau ke Lisabon untuk belajar agama dari seorang ulama yang bernama Syaikh Abu Bakar bin Khalaf.
b. Ajaran tasawufnya
- Wahdat al-wujud
Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang Wahdat al-wujud (kesatuan wujud). Meskipun demikian, istilah wahdat al-wujud yang dipakai untuk menyebut ajaran sentralnya itu, tidaklah berasal dari dia, tetapi berasal dari Ibnu Taimiyah, tokoh yang paling keras dalam mengecam dan mengkritik ajaran sentral tersebut. Setidaknya Ibnu Taimiyah yang telah berjasa mempopulerkan wahdat al-wujud ketengah masyarakat Islam, meskipun tujuannya negative. Meskipun semua orang sepakat menggunakan istilah wahdat al wujud untuk menyebut ajaran sentral Ibnu Arabi, mereka berbeda pendapat dalam menformulasikan pengertian wahdat al-wujud menurut Ibnu Taimiyah, wahdat al-wujud adalah penyamaan tuhan dengan alam. Menurutnya orang yang berpaham ini mengatakan bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajib al-wujud yang dimiliki oleh khalik juga adalah mungkin al-wujud yang dimiliki oleh makhluk. Selain itu, orang-orang yang mempunyai paham ini juga mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud tuhan tidak ada kelainan dan tidak ada perbedaan.
Menurut Ibnu Arabi, wujud yang ada ini hanyalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk adalah wujud khalik pula. Tidak ada perbedaan antara keduannya (khalik dan makhluk) dari segi hakikatnya. Adapun kalau ada yang mengira adanya perbedaan wjud khalik dan makhluk, hal itu dilihat dar sudut pandang panca indra lahir dan akal yang terbatas kemampuannya dalam menangkap hakikat apa yang ada pada zatnya dari kesatuan zadiyah, yang segala sesuatu berhimpun padanya.
2. Al-Jili
a. Biografi singkat Al-Jili
Nama lengkapnya adalah Abd. Karim bin Ibrahim Al-Jili. Beliau dilahirkan di Al-Jilan bagian selatan laut Kaspia yang terletak dia Asia Tengah pada tahun 767 Hijriah bertepatan dengan tahun 1365 M dan wafat pada tahun 805 Hijriah/140 M. Nicolson menilainya bahawa Al-Jili terkait dengan Abd. Karim Al-Jili atau Gilani (masyrakat kita, tokoh ini lebih dikenal dengan nama Abs. Qodir Jailani), seorang pendiri tarekat Qodariyah yang wafat pada tahun 300 sebelum kelahiran Abd. Karim Al-Jili.
b. Ajaran Tasawufnya
-Insan Kamil
ajaran tasawuf Al-Jili yang terpenting adalah paham insan Kamil (manusia sempurna). Menurut Al-Jili, insan Kamil adalah nuskhah atau copy Tuhan, Al-Jili memperkuatnya dengan hadits; “Allah menciptakan Adam dalam bentuk yang Maha rahman”. Hadits lainnya; “Allah menciptakan Adam dalam bentuk diri-Nya”.
Sebagaimana diketahui, Tuhan memiliki sifat-sifat seperti hidup, pandai, mampu berkehendak, mendengar, dan sebagainya. Manusia (Adam) pun memiliki sifat-sifat seperti itu. Proses yang terjadi setelah ini adalah setelah Tuahan menciptakan substansi, Huwiyah Tuhan dihadapkan dengan Huwiyah Adam, dan Dzat-Nya dihadapkan pada Dzat Adam, dan akhirnya Adam berhadapan dengan Tuhan dalam segala hakikat-Nya. Melalui konsep ini, kita memahami bahwa Adam diliahat darisisi penciptaannya merupakan salah seorang insan Kamil dengan segala kesempurnaannya. Sebab, pada dirinya terdapat sifat dan nama Ilahiyah. Al-Jili berpendapat bahwa nama-nama dan sifat-sifat Ilahiyah itu pada dasarnya merupakan mmilik insan Kamil sebagai suatu kemestian yang inherent dengan esensinya. Sebab, sifat-sifat dan nama-nama tersebut tidak emiliki tempat berwujud, melaikan kepada insan Kamil.
3. Ibnu Sab’in
a. Biografi singkat Ibnu Sab’in
Nama lengkapnya Abdul Haqq Ibnu Ibrahim Muhammad Ibnu Nashr, seorang sufi dan juga filusuf dari Andalusia. Ia di panggil Ibnu Sab’in dan digelari Quthbuddin. Dan dikenal pula dengan Abu Muhammad dan mempunyai asal-usul arab, dan dilahirkan tahun 614 Hijriyah (1217 / 1218 M) dikawasan Murcia. Dia mempelajari bahasa arab dan sastra, dia juga mempelajari ilmu agama dari madzhab maliki, ilmu-ilmu logika dan filsafat. Ia mengemukakan gurunya bahwa diantara guru-gurunya adalah Ibnu Dihaq, yang dikenal juga dengan Ibnu Al-Miri’ah. Ibnu Sab’in tumbuh dewasa dalam keluarga bangsawan, hidupnya dalam suasana penuh kemulliaan dan berkecukupan tetapi beliau menjauhi kesenangan hidup kemewahan dan kepemimpinan duniawi, lalu hidup sebagai asketis maupun sufi yang mempunyai banyak murid.
b. Ajaran Tasawufnya
- Penolakan terhadap logika Aristotelian
Paham tentang kesatuan mutlak telah membuatnya menolak logika Aristotelian. Terbukti dalam karyanya Budd al-arif, ia menyusun suatu logika baru yang bercorak iluminatif, sebagai pengganti logika yang berdasarkan pada konsepsi jamak, Ibnu Sab’in menamakan logika barunya itu dengan logika pencapaian kesatuan mutlak, tidak termasuk kategori logika yang bisa dicapai dengan penalaran, tetapi termasuk tembusan Ilahi yang membuat manusia bisa melihat yang belum pernah dilihatnya maupun mendengar yang belum pernah didengarnya. Dengan demikian, logika tersebut bercorak intuitif. Kesimpulan penting dari logika Ibnu Sab’in tersebut adalah realitas-realitas logika dalam jiwa manusia bersifat alamiah dan keenam kata logika (gebus, species, difference, profer, accident, person) yang memberi kesan adanya wujud jamak sekadar ilusi belaka, begitu juga dengan sepuluh kategori, sekalipun berbeda dan beraneka, tetap merujuk pada wujud tunggal yang mutlak.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pemaparan atau pembahasan diatas dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
A. Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang digunakan untuk mengenal tuhan lebih dalam dengan menggunakan penalaran rasionalitas
B. Tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh dalam ajaran Tasawuf Falsafi diantaranya adalah : Ibnu Arabi, Al-Jili, dan Ibnu Sab’in.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. Ahmad Bangun, Rayani Hanum Siregar 2015. Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Amin, Samsul Munir. 2015. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah.
Muchlis Solichin, Mohammad, 2014 Akhlak dan Tasawuf Dalam Wacana Kontemporer,surabaya: CV. Salsabila Putra Pratama
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Akhlak Tasawuf
DOSEN PENGAMPU:
Moch. Cholid Wardi, M.HI.
DISUSUN OLEH KELOMPOK 7 :
NAMA: Abd. Salam NIM : 20170703031002
Abdul Wafi 20170703031007
Fahrur Rozi 20170703031062
Syahroni Bashori 20170703031180
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tasawuf Falsafi” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Moch Cholid Wardi, M.HI, selaku dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf atas bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis dalam pengerjaan makalah ini, kepada teman-teman yang telah memberikan pengarahan baik berupa semangat dan lain sebagainya
Penulis menyadari bahwa kami hanya makhluk yang tidak akan lepas dari kesalahan dan tentunya dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan kepada pembaca pada umumnya.
Akhirnya semoga kita tetap selalu berada dalam lindungannya, dan semoga penulisan makalah ini bisa mendatangkan manfaat bagi kita semua. Amien...
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Belakangan ini ilmu yang berkaitan tentang teknologi berkembang secara pesat, semua orang seolah-olah berlomba-lomba untuk mempunyai ilmu yang mendalam tentang teknologi, tapi mereka mulai melupakan apa yang seharusnya lebih dipentingkan seperti ilmu agama. Kesadaran akan pentingnya ilmu agama mulai berkurang seiring berkembangnya zaman.
Pada zaman dahulu ilmu tentang kerasionalan merupakan ilmu yang sangat disenangi oleh berbagai macam kalangan sehingga pada zaman dahulu banyak tokoh yang sangat menguasai dalam bidang ilmu-ilmu agama ataupun ilmu kerasionalan, tapi seiring berjalannya waktu tidak lagi ditemukan tokoh-tokoh atau cendikiawan yang sangat mahir dalam bidang kerasionalan, oleh karena itu kami penulis merasa tertarik untuk membahas makalah yang berjudul “ Tasawuf Falsafi”, yang didalamya akan dijelaskan bagaimana konsep ilmu tasawuf falsafi itu sendiri serta tokoh-tokoh ahli dalam bidang ilmu tasawuf falsafi yang cukup berpengaruh dalam mata masyarakat yang akan dibahas pada bagian pembahasan. Dan di bagian terakhir makalah ini, penulis akan mencoba untuk memberikan ringkasan kesimpulan, dan yang pasti dalam penulisan makalah ini untuk menambah pengetahuan kepada penulis dan memberikan ilmu kepada pembaca serta untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Akhlak Tasawuf.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa Pengertian Tasawuf Falsafi…?
2. Siapa Saja Tokoh-Tokoh Tasawuf Falsafi …?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Memahami pengertian tasawuf falsafi.
2. Mengetahui tokoh-tokoh tasawuf falsafi.
3. Memenuhi tugas kelompok matakuliah Akhlak Tasawuf
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TASAWUF FALSAFI
Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaraan tasawuf yang mengenal tuhan (makrifat) dengan pendekatan rasio (filfasat) hingga menuju ketempat yang lebih tinggi bukan hanya mengenal tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang keyakinan dengan pemikiran-pemikiran filfasat.
Didalam tasawuf filsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni atau tasawuf salafi. Tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis, sedangkan tasawuf filsafi menonjol kepada segi teoritis sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendekatan-pendekatan filosof yang sulit diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam.
Tasawuf falsafi ini mulai muncul dengan jelas dalam khazanah islam sejak abad VI hijriyah, meskipun para tokohnya baru dikenal seabad kemudian. Pada abad ini tasawuf falsafi terus hidup dan berkembang, terutama dikalangan para sufi yang juga filsuf sampai masa menjelang akhir-akhir ini.
Pemaduan antara tasawuf dan filsafat dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran tasawuf falsafi bercampur dengan sejumlah ajaran filsafat diluar Islam, seperti Yunani, Persia, India, dan agama Nasrani. Namun, orisinalitasnya sebagai tasawuf tidak hilang. Para tokohnya tetap berusaha menjaga kemandirian ajarannya, meskipun ekspansi Islam meluas pada waktu itu sehingga membuat mereka latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang beragam. Sikap ini dengan sendirinnya dapat menjawab pertanyaan mengapa para tokoh tasawuf falsafi begitu gigih mengompromikan ajaran-ajaran filsafat yang berasal dari luar Islam kedalam tasawuf mereka, serta menggunakan terminologi-terminolgi filsafat yang maknannya telah disesuaikan dengan tasawuf yang mereka anut.
Ciri umum tasawuf falsafi adalah ajarannya sama-sama akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat di pahami oleh siapa saja yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebagai filsafat karena ajarannya dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq) tetapi tidak dapat pula di kategorikan sebagai tasawuf dalam pengertiannya yang murni, karena ajarannya sering di ungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme.
Menurut Ibnu Khaldun, ada empat objek utama yang menjadi perhatian para sufi filosof, antara lain sebagai berikut.
Pertama, latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta instropeksi diri yang timbul darinya.
Kedua, iluminasi atau hakikat yang tersingkat dari alam gaib, seperti sifat-sifat rabbani, arsy, malaikat, wahyu, kenabian, ruh.
Ketiga, peristiwa dalam alam yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kramat atau keluarbiasaan.
Keempat, menciptakan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya dan menyetujuinya.
B. TOKOH-TOKOH TASAWUF FALSAFI
Dalam setiap bidang keilmuan pasti mempunyai tokoh yang sangat mahir dalam satu bidang keilmuan, dalam ajaran tasawuf falsafi juga mempunyai tokoh yang sangat berpengaruh dalam perkembangannya dan dimata masyarakat. Diantaranya tokoh itu adalah :
1. Ibnu Arabi
a. Biografi singkat Ibnu Arabi
Nama lengkapnya adalah Ab Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Aht-Tha’I Al-Haitami Al-Andalusia, ia terkenal dengan panggilan Muhyiddin Ibnu Arabi. Ia lahir di Murcia, Andalusia, Spanyol, tahun 560 Hijriah (1164 M) dari keluarga terpandang dan wafat pada tahun 638 Hijriah. Orang tuannya sendiri adalah seorang sufi yang memiliki kebiasaan berkelana. Pada usia 8 tahun, Ibnu Arabi sudah merantau ke Lisabon untuk belajar agama dari seorang ulama yang bernama Syaikh Abu Bakar bin Khalaf.
b. Ajaran tasawufnya
- Wahdat al-wujud
Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang Wahdat al-wujud (kesatuan wujud). Meskipun demikian, istilah wahdat al-wujud yang dipakai untuk menyebut ajaran sentralnya itu, tidaklah berasal dari dia, tetapi berasal dari Ibnu Taimiyah, tokoh yang paling keras dalam mengecam dan mengkritik ajaran sentral tersebut. Setidaknya Ibnu Taimiyah yang telah berjasa mempopulerkan wahdat al-wujud ketengah masyarakat Islam, meskipun tujuannya negative. Meskipun semua orang sepakat menggunakan istilah wahdat al wujud untuk menyebut ajaran sentral Ibnu Arabi, mereka berbeda pendapat dalam menformulasikan pengertian wahdat al-wujud menurut Ibnu Taimiyah, wahdat al-wujud adalah penyamaan tuhan dengan alam. Menurutnya orang yang berpaham ini mengatakan bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajib al-wujud yang dimiliki oleh khalik juga adalah mungkin al-wujud yang dimiliki oleh makhluk. Selain itu, orang-orang yang mempunyai paham ini juga mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud tuhan tidak ada kelainan dan tidak ada perbedaan.
Menurut Ibnu Arabi, wujud yang ada ini hanyalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk adalah wujud khalik pula. Tidak ada perbedaan antara keduannya (khalik dan makhluk) dari segi hakikatnya. Adapun kalau ada yang mengira adanya perbedaan wjud khalik dan makhluk, hal itu dilihat dar sudut pandang panca indra lahir dan akal yang terbatas kemampuannya dalam menangkap hakikat apa yang ada pada zatnya dari kesatuan zadiyah, yang segala sesuatu berhimpun padanya.
2. Al-Jili
a. Biografi singkat Al-Jili
Nama lengkapnya adalah Abd. Karim bin Ibrahim Al-Jili. Beliau dilahirkan di Al-Jilan bagian selatan laut Kaspia yang terletak dia Asia Tengah pada tahun 767 Hijriah bertepatan dengan tahun 1365 M dan wafat pada tahun 805 Hijriah/140 M. Nicolson menilainya bahawa Al-Jili terkait dengan Abd. Karim Al-Jili atau Gilani (masyrakat kita, tokoh ini lebih dikenal dengan nama Abs. Qodir Jailani), seorang pendiri tarekat Qodariyah yang wafat pada tahun 300 sebelum kelahiran Abd. Karim Al-Jili.
b. Ajaran Tasawufnya
-Insan Kamil
ajaran tasawuf Al-Jili yang terpenting adalah paham insan Kamil (manusia sempurna). Menurut Al-Jili, insan Kamil adalah nuskhah atau copy Tuhan, Al-Jili memperkuatnya dengan hadits; “Allah menciptakan Adam dalam bentuk yang Maha rahman”. Hadits lainnya; “Allah menciptakan Adam dalam bentuk diri-Nya”.
Sebagaimana diketahui, Tuhan memiliki sifat-sifat seperti hidup, pandai, mampu berkehendak, mendengar, dan sebagainya. Manusia (Adam) pun memiliki sifat-sifat seperti itu. Proses yang terjadi setelah ini adalah setelah Tuahan menciptakan substansi, Huwiyah Tuhan dihadapkan dengan Huwiyah Adam, dan Dzat-Nya dihadapkan pada Dzat Adam, dan akhirnya Adam berhadapan dengan Tuhan dalam segala hakikat-Nya. Melalui konsep ini, kita memahami bahwa Adam diliahat darisisi penciptaannya merupakan salah seorang insan Kamil dengan segala kesempurnaannya. Sebab, pada dirinya terdapat sifat dan nama Ilahiyah. Al-Jili berpendapat bahwa nama-nama dan sifat-sifat Ilahiyah itu pada dasarnya merupakan mmilik insan Kamil sebagai suatu kemestian yang inherent dengan esensinya. Sebab, sifat-sifat dan nama-nama tersebut tidak emiliki tempat berwujud, melaikan kepada insan Kamil.
3. Ibnu Sab’in
a. Biografi singkat Ibnu Sab’in
Nama lengkapnya Abdul Haqq Ibnu Ibrahim Muhammad Ibnu Nashr, seorang sufi dan juga filusuf dari Andalusia. Ia di panggil Ibnu Sab’in dan digelari Quthbuddin. Dan dikenal pula dengan Abu Muhammad dan mempunyai asal-usul arab, dan dilahirkan tahun 614 Hijriyah (1217 / 1218 M) dikawasan Murcia. Dia mempelajari bahasa arab dan sastra, dia juga mempelajari ilmu agama dari madzhab maliki, ilmu-ilmu logika dan filsafat. Ia mengemukakan gurunya bahwa diantara guru-gurunya adalah Ibnu Dihaq, yang dikenal juga dengan Ibnu Al-Miri’ah. Ibnu Sab’in tumbuh dewasa dalam keluarga bangsawan, hidupnya dalam suasana penuh kemulliaan dan berkecukupan tetapi beliau menjauhi kesenangan hidup kemewahan dan kepemimpinan duniawi, lalu hidup sebagai asketis maupun sufi yang mempunyai banyak murid.
b. Ajaran Tasawufnya
- Penolakan terhadap logika Aristotelian
Paham tentang kesatuan mutlak telah membuatnya menolak logika Aristotelian. Terbukti dalam karyanya Budd al-arif, ia menyusun suatu logika baru yang bercorak iluminatif, sebagai pengganti logika yang berdasarkan pada konsepsi jamak, Ibnu Sab’in menamakan logika barunya itu dengan logika pencapaian kesatuan mutlak, tidak termasuk kategori logika yang bisa dicapai dengan penalaran, tetapi termasuk tembusan Ilahi yang membuat manusia bisa melihat yang belum pernah dilihatnya maupun mendengar yang belum pernah didengarnya. Dengan demikian, logika tersebut bercorak intuitif. Kesimpulan penting dari logika Ibnu Sab’in tersebut adalah realitas-realitas logika dalam jiwa manusia bersifat alamiah dan keenam kata logika (gebus, species, difference, profer, accident, person) yang memberi kesan adanya wujud jamak sekadar ilusi belaka, begitu juga dengan sepuluh kategori, sekalipun berbeda dan beraneka, tetap merujuk pada wujud tunggal yang mutlak.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pemaparan atau pembahasan diatas dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
A. Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang digunakan untuk mengenal tuhan lebih dalam dengan menggunakan penalaran rasionalitas
B. Tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh dalam ajaran Tasawuf Falsafi diantaranya adalah : Ibnu Arabi, Al-Jili, dan Ibnu Sab’in.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. Ahmad Bangun, Rayani Hanum Siregar 2015. Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Amin, Samsul Munir. 2015. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah.
Muchlis Solichin, Mohammad, 2014 Akhlak dan Tasawuf Dalam Wacana Kontemporer,surabaya: CV. Salsabila Putra Pratama
Komentar
Posting Komentar